Paytren

paytren8.com

Sabtu, 25 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Pneumonia

A. Pengertian
Pneumonia adalah proses inflamasi dimana gas alveolar dipindah oleh materi seluler, penyebab dapat virus, bakteri, jamur protozoa atau riketsia, hipersensitifitas dapat menyebabkan adanya penyakit primer. Pneumonia juga dapat disebabkan oleh aspirasi  ( Hudak & Gallo, 1997 )
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ( Ngastiyah, 2005 ).
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan pengisian alveoli dengan cairan ( Doengoes, 1999 ).
Pneumonia adalah suatu peradangan parenkim paru dengan eksudasi dan konsolidasi, disebabkan oleh mikroorganisme ( Suparman, 1990 )

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru dengan eksudasi dan konsolidasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, aspirasi.

B. Patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Pemakaian antibiotik yang luas terhadap kuman gram positif menyebabkan kuman gram negatif lebih menonjol dalam etiologi pneumonia. Pemakaian antibiotik dengan spektrum luas menyebabkan pertumbuhan kuman yang lebih resisten. Infeksi kuman gram negatif sering didapat di rumah sakit sebagai akibat kontaminasi denagn alat bantu pernafasan yang tercemar, kateter penghisap lendir, nebulizer, krem dan jeli yang dipakai di tempat trakeostomy.

Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas, masuk ke bronkheoli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman pneumococcus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke alveoli ke seluruh segmen / lobus. Timbulnya hepatisasi merah adalah akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumococcus difagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pneumococcus di dalamnya. Paru masuk ke dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas. Tidak terjadinya pneumonia pada orang normal yang sehat adalah akibat adanya mekanisme pertahanan yang meliputi refleks glotis dan batuk, lapisan mukus dan gerakan silia yang mengeluarkan organisme yang melekat pada lapisan mukus tersebut, dan skresi humoral setempat. Sel-sel yang melapisi saluran trakheobronkial menghasilkan zat kimia yang mempunyai sifat antimikroba yang tidak spesifik, yaitu :
1. Lisosim, suatu enzim yang meghancurkan bakteri terutama kalau ada komplemen.
2. Laktoferin, suatu ikatan besi dengan glikoprotein yang mempunyai sifat bakteriostatik.
3. Interferon, suatu protein dengan berat molekul rendah dengan aktifitas antifirus.

Pada sebagian penderita yang dirawat di rumah sakit, pertahanan  oral dapat rusak dan biakan farinks menjadi positif terhadap kuman gram negatif. Terjadi aspirasi kuman yang dipermudah dengan pemakaian alat bantu pernafasan / tindakan dan kuman yang teraspirasi akan dibersihkan / dibunuh oleh mekanisme pertahanan antibakteri paru. Kalau pertahanan antibakteri tidak mampu mengatasi aspirasi bakteri maka terjadi pengembangbiakan lokal bakteri dan terjadilah peumonia.

Beberapa keadaan umum yang dapat mengganggu mekanisme pertahanan tersebut, sehingga timbul infeksi paru, misalnya kesadaran menurun, geriatri, trakeostomy, pipa endotrakeal, nyeri akibat operasi terutama setelah operasi abdomen atau trauma pada dada / abdomen, penyakit neuromuskuler, deformitas pada dada, PPOM, bronkiektasis, DM  penyakit payah jantung, pemakaian kortikosteroid dan obat imunosupresif..

Akibat kondisi ini akan menimbulkan gejala seperti demam tinggi, batuk produktif yang sering, sputum berwarna merah seperti karat ( streptococcus pneumonia ), merah muda ( stapilococcus aureus ), kehijauan dan bau khas, ronchii, sakit kepala dan nyeri abdomen.

C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien pneumonia menurut Ngastiyah ( 2005 ) adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Medis
a). Penisilline 50.000 u/Kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50 – 70           mg/Kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilline. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
b). Pemberian O2.
c). Pemberian cairan intravena, biasanya diperlukan campiran glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1 ditambah larutan KCL 10 mEq / 500 ml / botol infus.
d). Karena sebagian besar klien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang nutrisi dan hipoksia, maka diberikan koreksi dengan hasil AGD arteri.
e). Klien pneumonia ringan tidak perlu dirawat di rumah sakit.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a). Kaji adanya distres pernafasan dengan memantau tanda-tanda vital dan status pernafasan.
b). Tingkatkan oksigenasi yang adekuat dan pola nafas normal.
c). Rekomendasikan vaksin pneumococcus untuk anak usia 2 tahun dan anak yang lebih besar yang berisiko terhadap pneumonia.
d). Berikan penyuluhan kesehatan pada anak dan keluarga.

E. Pengkajian
Pengkajian pada klien pneumonia menurut Doengoes ( 1999 ) adalah sebagai beikut :
1. Aktifitas / Istirahat
Gejala             : Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda  : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktifitas.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya GKJ kronis.
Tanda  : Tachikardi, penampilan kemerahan atau pucat.
3. Integritas ego
Gejala : Banyaknya stresor, masalah finansial.
4. Makanan / Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM.
Tanda  : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia ( malnutrisi ).
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal ( influenza ).
Tanda  : Perubahan mental ( bingung, samnolen ).
6. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada ( pleuritik ), meningkat oleh batuk ; nyeri dada substernal (influenza ), mialgia, artralgia.
Tanda  : Melindungi area yang sakit ( klien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan ).
7. Pernafasan
Gejala : Riwayat adanya ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, tacipnea, dispnea progesif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda  : Sputum : ( merah muda, berkarat, purulen ), perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi, fremitus : taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi nafas : menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat atau nafas bronchial, warna : pucat / sianosis bibir dan kuku.
8. Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun misal SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam.
Tanda  : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubela atau varisela.
9. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis

Pemeriksaan diagnostik
1. Sinar X : Mengidentifikasi distribusi struktural ( lobar, bronkial ), dapat juga menyatakan abses luas / infiltrat, empiema ( stapilococcus ), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi ( bakterial ), penyebaran / perluasan infiltrat nodul ( lebih sering virus ), pada pneumonia mikropalsma, sinar X dada mungkin bersih.
2. GDA / nadi oksimetri : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3. Pemeriksaan gram / kultur sputum dan darah : Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberotik, biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
4. JDL : leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi ( titer virus / legionella, aglutinin dingin ) : Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
6. LED : Meningkat.
7. Elektrolit : Natrium dan klorida mungkin rendah.
8. Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar ), tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, mungkin terjadi perembesan ( hipoksemia ).
9. Bilirubin : Mungkin meningkat.
10. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan terbuka : Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik ( CMV ), karakteristik sel raksasa ( rubela ).

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien pneumonia menurut Doengoes ( 1999 ) dan Hudak & Gallo ( 1997 ) adalah sebagai beikut :
1. Takefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler    ( efek inflamasi ), gangguan kapasitas pembawa oksigen darah ( demam, perpindahan kurva oksihemoglobin ), gangguan pengiriman oksigen ( hipoventilasi ).
3. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi  berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama ( penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernafasan ), tidak adekuat pertahanan sekunder ( adanya infeksi, penekanan imun ), penyakit kronis, malnutrisi.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkuasi toksin, batuk menetap.
6. Risiko terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
7. Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan ( demam, berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah ), penurunan masukan oral.
8. Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar, mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan ) berhubungan dengan kurang terpajan, kesalahan intrepretasi, kurang mengingat.

G. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, maka perencanaan pada klien pneumonia menurut Doengoes ( 1999 ) dan Hudak & Gallo ( 1997 )  adalah sebagai beikut :
1. Takefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan.
Tujuan : Mengidentifikasi / menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan nafas
Kriteria hasil : Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispea, sianosis.
Rencana tindakan : a). Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada           b). Auskultasi area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius  c). Bantu klien latihan nafas sering d). Penghisapan sesuai indikasi            e). Berikan cairan sedikitnya 2500 ml / hari, tawarkan air hangat, daripada dingin              f). Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgetik           g). Berikan cairan tambahan : IV, oksigen humidifikasi  h). Bantu bronkoskopi / torasentesis bila diindikasikan.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler ( efek inflamasi ), gangguan kapasitas pembawa oksigen darah ( demam, perpindahan kurva oksihemoglobin ), gangguan pengiriman oksigen ( hipoventilasi ).
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam batas rentang normal dan tak ada gejala distres pernafasan.
Kriteria hasil : Berpartisipasi dalam tindakan untuk memaksimalkan oksigenisasi.
Rencana tindakan : a). Kaji frekuensi / kedalaman dan kemudahan bernafas                b). Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis  c). Kaji status mental dan tingkat ansietas d). Awasi frekuensi jantung dan suhu tubuh               e). Pertahankan istrahat tidur  f). Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif   g). Berikan oksigen dengan benar sesuai indikasi.

3. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi  berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama ( penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernafasan ), tidak adekuat pertahanan sekunder ( adanya infeksi, penekanan imun ), penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan : Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
Kriteria hasil : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko infeksi.
Rencana tindakan : a). Pantau tanda vital dengan ketat  b). Anjurkan klien untuk memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna, jumlah dan bau  c). Tunjukkan / dorong tekhnik mencuci tangan yang baik  d). Ubah posisi dengan sering dan berikan pembuangan paru yang baik  e). Batasi pengunjung sesuai indikasi f). Lakukan isolasi pencegahan sesusai individual  g). Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktifitas yang sedang, tingkatkan masukan nutrisi adekuat  h). Selidiki perubahan tiba-tiba / penyimpangan kondisi seperti peningkatan nyeri dada, bunyi jantung ekstra  i). Berikan antimikrobial sesuai indikasi hasil kultur sputum / darah.

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbanagn antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
Tujuan : Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria hasil : Tidak ada dipsnea, kelemahan berlebihan dan tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Rencana tindakan : a). Evaluasi respon klien terhadap aktifitas  b). Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi                    c). Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktifitas dan istirahat  d). Bantu klien memilih posisi nyaman utuk istirahat / tidur  e). Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.

5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
Tujuan : Menyatakan nyeri hilang / terkontrol
Kriteria hasil : Menunjukkan rileks, istirahat / tidur, dan peningkatan aktifitas dengan tepat.
Rencana tindakan : a). Tentukan karakteristik nyeri  b). Pantau tanda-tanda vital             c). Berikan tindakan nyaman misal pijatan punggung  d). Tawarkan pembersihan mulut dengan sering  e). Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.

6. Risiko terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Kriteria hasil : Mempertahankan / meningkatkan berat badan.
Rencana tindakan : a). Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misal sputum banyak  b). Berikan wadah tertutup untuk sputum da buang sesering mungkin, berikan / bantu kebersihan mulut setelah muntah  c). Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan  d). Auskultasi bunyi usus, observasi / palpasi dietensi abdomen  e). Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering   f). Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

7. Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan ( demam, berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah ),  penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parametar individual yang tepat.
Kriteria hasil : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Rencana tindakan : a). Kaji perubahan tanda vital, turgor kulit, kelembaban membran mukosa  b). Catat laporan mual / muntah  c). Pantau masukan dan haluaran, hitung keseimbangan cairan  d). Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai indikasi individual  e). Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.

8. Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar, mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan ) berhubungan dengan kurang terpajan, kesalahan intrepretasi, kurang mengingat.
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana tindakan : a). Kaji fungsi normal paru  b). Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan, identifikasi perawatan diri dan kebutuhan / sumber pemeliharaan rumah   c). Berikan informasi dalam bentuk tertulis atau verbal  d). Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif / latihan pernafasan  e). Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan.

H. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tindakan mandiri berdasarkan ilmiah dan masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

I. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri, ditinjau kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifitas, reabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua arah yaitu evaluasi proses ( evaluasi formatif ) dan evaluasi hasil ( evaluasi sumatif ). Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir keperawatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar