Paytren

paytren8.com

Kamis, 23 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Hernia


A.    Pengertian
Hernia adalah prostrusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau congenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ (Engram, 1999).
Hernia Inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas kantong skrotum,  disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat
congenital. (Betz, 2002)
Hernia adalah suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui lubang congenital atau didapat (Junadi, dkk 1982).
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus / lateralis, menyelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga perut melalui anulus inguinalis eksterna/medialis (Junadi, dkk 1982).
Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus, atau kandung kemih) memasuki defek tersebut sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal (Tambayong, 2000).
Hernia adalah keluarnya organ viseral intra abdomen melalui suatu defek yang diakibatkan oleh lemahnya otot penyokong atau karena meningkatnya tekanan intra abdomen.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hernia inguinalis adalah suatu penonjolan keluar sebagian atau seluruh organ dalam abdomen ke bagian kantong terbuka (canal inguinalis) yang disebabkan karena penutupan tuba yang tidak lengkap antara abdomen dan skrotum atau keluarnya organ viseral intra abdomen melalui suatu defek yang diakibatkan oleh lemahnya otot penyokong atau karena meningkatnya tekanan intra abdomen.

B.     Patofisiologi
Patofisiologi hernia inguinalis yang dijabarkan dari beberapa referensi, menurut Price (2006), Junadi dkk (1982), www.medicastore.com (2004) adalah sebagai berikut: Hernia kebanyakan diderita oleh orang-orang yang berusia lanjut karena pada usia rentan tersebut dinding otot yang telah melemah dan mengendur untuk menjaga agar organ tubuh tetap pada tempatnya sehingga  mempercepat proses terjadinya hernia. Kegiatan fisik yang berlebihan juga diduga dapat menyebabkan hernia cepat berkembang seperti mengangkat barang-barang yang terlalu berat. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hernia yaitu batuk kronik, penyakit paru kronik, obesitas dan bawaan  lahir (congenital). Hernia terjadi jika bagian dari organ perut (biasanya usus) menonjol melalui suatu titik yang lemah atau robekan pada dinding otot yang tipis, yang menahan organ perut pada tempatnya.

Hernia terbagi menjadi 2 tipe yaitu:
1.      Hernia Indirek.
Sebagian usus keluar melalui duktus spermatika yang terletak sebelah lateral dari arteri epigastrikus dan inferior mengikuti canalis inguinalis. Dan berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah ke dalam scrotum, ini biasanya disebabkan karena congenital. Hernia indirek terbagi menjadi:
a.       Hernia Inguinalis yaitu adanya tonjolan intostine melalui lipat paha.
b.      Hernia Skrotalis dimana tonjolan intostine masuk ke dalam kantong skrotum.

2.      Hernia Direk
Sebagian organ viseral melewati dinding abdomen pada daerah otot-otot  yang melemah. Hernia direk terbagi menjadi:
a.       Hernia Femoral yaitu tonjolan intostine melalui ring femoral turun  ke femoral kanan / kiri.
b.      Hernia umbilikal yaitu tonjolan intostine melalui ring umbilikal, sering terjadi pada anak-anak (kongenital) dan pada kehamilan.
c.       Hernia Incisional yaitu terjadi pada tempat insisi (operasi) karena tidak adekuatnya penyembuhan luka insisi infeksi luka.

Hernia diberi nama berdasarkan letak hernia tersebut, seperti diafragma, inguinal, umbilikal, femoral. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi menjadi hernia bawaan dan hernia dapatan atau yang dikenal dengan hernia akuisita. Berdasarkan sifatnya hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar masuk, dan apabila isi kantong tidak dapat direposisi lagi maka disebut dengan hernia ireponibel.
Etiologi dari hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena sebab yang didapat, dan bisa terjadi akibat penutupan tuba (prosesus vaginalis) yang tidak lengkap antara abdomen dan skrotum (atau uterus pada anak perempuan), menyebabkan penurunan bagian intestine. Inkarserata terjadi ketika bagian desenden terperangkap kuat di dalam kantung hernia yang mengganggu aliran darah. Tonjolan tersebut akan membesar bila ada tekanan intra abdomen seperti pada saat hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan, menangis, dan miksi yang mengejan misalnya pada prostate hipertrofi. Isi kantong hernia biasanya dapat dikurangi dengan memberi tekanan perlahan, biasanya dilakukan pemulihan melalui pembedahan (herniorafi).

Adapun tanda dan gejala yang sering timbul pada klien dengan hernia inguinalis antara lain  umumnya penderita mengatakan turun berok atau mengatakan adanya benjolan diselangkangan/kemaluan, biasanya hernia inguinalis menyebabkan pembengkakan diselangkangan dan skrotum atau daerah inguinalis tanpa rasa nyeri. Jika berdiri benjolan bias membesar dan jika berbaring benjolan akan mengecil karena isinya keluar dan masuk dibawah pengaruh gaya tarik bumi, selain itu dapat pula ditemukan gejala mual dan muntah bila telah ada komplikasi.

Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan hernia antara lain : terjadi perlekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali, terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus, timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis, terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan obstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah & terjadi nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit, melainkan ususnya terputar. Dan bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, acidosis metabolik, abses.

C.     Penatalaksanaan
Menurut Betz (2002), Junadi dkk (1982) penatalaksanaan pada klien dengan hernia adalah sebagai berikut:
1.      Terapi Konservatif
a.       Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia ventralis sementara itu pada hernia inguinalis pemakaian kotidak dianjurkan
b.      Hernioplastik endoskopik: merupakan pendekatan dengan penderita berbaring dalam posisi trendelenburg 40º digunakan tiga trokar yang pertama digaris tengah dekat umbilikus dan dua linenya di lateral, keuntungannya mobiditas ringan, penderita kurang merasa nyeri, dan keadaan umum kurang terganggu dibandingkan dengan operasi dari luar.

2.      Tindakan Pembedahan
Tujuannya adalah untuk mengembalikan (reposisi) terhadap benjolan henia tersebut. Tindakan bedah pada hernia disebut herniotomi yaitu dengan memotong kantung hernia lalu mengikatnya dan herniorafi dengan perbaikan defek dengan pemasangan jaring melalui operasi terbuka (laparoskopik). Pada elektif maka kanalis dibuka isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan bassini plasty untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Pada bedah darurat pada prinsipnya seperti bedah elektif cincin hernia langsung dicari dan dipotong, usus dilihat apakah vital atau tidak, bila vital dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan anastomosis ”end to end”. Pada ireponibilis maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali, penderita istirahat baring dan dipuasakan, dilakukan tekanan yang kontinue pada benjolan misalnya dengan bantal pasir baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan lakukan secara berulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah elektif dikemudian hari.

3.      Penatalaksanaan Keperawatan
a.       Kaji tanda-tanda strangulasi
b.      Lakukan perawatan pasca operatif: hernia inguinalis memerlukan perbaikan secara bedah
c.       Tanggung jawab perawat untuk perawatan pasca operatif antara lain:
1)      Kaji luka infeksi: amati luka insisi terhadap adanya kemerahan atau drainase, pantau suhu.
2)      Pertahankan status hidrasi yang baik: beri cairan IV bila diprogramkan, pantau asupan dan keluaran cairan, tingkatkan diet.
3)      Tingkatkan rasa nyaman: berikan analgesik sesuai kebutuhan, pada klien yang menjalani hidrokelektomi gunakan kantung es dan penyokong untuk membantu meredakan nyeri dan pembengkakan sesuai indikasi.

D.    Pengkajian
Menurut Engram (1999),  Tucker (1992), Betz (2002) pengkajian pada klien dengan hernia adalah sebagai berikut:
1.      Data Subyektif
Sebelum Operasi: Adanya benjolan di selangkangan/kemaluan., nyeri di daerah benjolan, mual, muntah, kembung, konstipasi, tidak nafsu makan, bayi menangis terus, pada saat bayi menangis/mengejan dan batuk-­batuk kuat timbul benjolan.
Sesudah Operasi: Nyeri di daerah operasi, lemas, pusing, mual, kembung.

2.      Data Obyektif
Sebelum Operasi: Nyeri bila benjolan tersentuh, pucat, gelisah, spasme otot, demam, dehidrasi, terdengar bising usus pada benjolan.
Sesudah Operasi: Terdapat luka pada selangkangan, puasa, selaput mukosa mulut kering, anak/bayi rewel.

3.      Pemeriksaan penunjang
a.       Darah: Leukosit > 10.000 - 18.000 /mm3, serum elektrolit meningkat.
b.      X.ray, USG Abdomen.

E.     Diagnosa Keperawatan
Menurut Engram (1999), Tucker (1992), Betz (2002) diagnosa keperawatan pada klien dengan hernia adalah sebagai berikut:
1.      Sebelum operasi
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien dengan hernia sebelum dilakukan tindakan operasi adalah sebagai berikut:
a.       Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan pada daerah lipat paha.
b.      Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan
c.       Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah.
2.      Sesudah operasi
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien dengan hernia setelah dilakukan tindakan operasi adalah sebagai berikut:
a.       Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
b.      Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan.
c.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
d.      Risiko tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pada luka operasi.
e.       Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi.
f.       Potensial infeksi sekunder berhubungan dengan proses penyakit infeksi.

F.      Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria hasil. Menurut Engram (1999), Tucker (1992), Betz (2002) perencanaan pada klien dengan hernia adalah sebagai berikut:

1.      Sebelum operasi
a.      Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan pada selangkangan
Tujuan: Klien merasa nyaman
Kriteria Evaluasi: a. Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap. b. Klien dapat beradaptasi dengan nyerinya.
Intervensi : a. Observasi tanda-tanda vital. b. Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri. c. Jelaskan penyebab sakit dan cara menguranginya. d. Beri posisi senyaman mungkin buat klien. e. Ajarkan teknik-teknik relaksasi. f. Ciptakan lingkungan yang tenang. g. Beri obat analgetik sesuai instruksi dokter.

b.      Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan
Tujuan: Rasa cemas berkurang
Kriteria Evaluasi: a. Klien kooperatif dalam asuhan keperawatan. b. Ekspresi wajah tenang.
Intervensi : a. Kaji tingkat kecemasan klien. b. Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah, waktu puasa dan jam operasi. c. Beri kesempatan klien untuk bertanya. d. Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan dilakukan di kamar operasi dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan. e. Jelaskan kepada klien tentang keadaan setelah dioperasi.

c.       Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah.
Tujuan: Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria Evaluasi: Turgor kulit elastis.
Intervensi : a. Observasi tanda-tanda vital. b. Puasakan makan dan minum. c. Timbang berat badan klien setiap hari. d. Pasang NGT dan infus sesuai program dokter. e. Hindarkan makanan dan minuman yang merangdang mual / muntah. f. Observasi jumlah dan isi muntah. g. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar.

2.      Sesudah operasi
a.       Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan: Klien merasa nyaman dan terjadi penyembuhan luka
Kriteria Evaluasi: a. Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang. b. Terjadi penyembuhan pada luka. c. Keadaan umum sedang kesadaran composmentis.  d. Klien tampak rileks dan nyaman.
Intervensi : a. Kaji tingkat rasa nyaman nyeri skala nyeri 0-10. b. Identifikasi  lokasi, lama, type pola nyeri. c. Anjurkan klien untuk melakukan tehnik relaksasi napas dalam. d. Gunakan ice bag untuk menurunkan pembengkakan. e. Kaji tanda-tanda  vital  tiap 8 jam.  f. Berikan analgesic sesuai program.

b.      Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan.
Tujuan: Klien dapat menunjukkan tanda-tanda rehidarsi dan mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Evaluasi: a. Mual dan muntah tidak ada. b. Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal yang ditandai dengan pengeluaran urine  sesuai usia, capillary refill kurang dari 2 detik, turgor kulit elastis,  membrane mukosa lembab. c. Intake dan output seimbang. d. Berat badan tidak menunjukkan penurunan.
Intervensi: a. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam. b. Monitor pemberian infus. c. Beri minum dan makan secara bertahap. d. Monitor tanda-tanda dehidrasi. e. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar. f. Timbang berat badan tiap hari. g. Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya

c.       Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan: Kulit klien tetap utuh
Kriteria Evaluasi: a. Klien tidak menunjukan tanda-tanda kerusakan kulit yang ditandai dengan kulit utuh, tidak lecet dan tidak merah. b. Luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak, tidak ada perdarahan.
Intervensi: a. Observasi keadaan luka operasi dari tanda­ tanda peradangan: demam, merah, bengkak dan keluar cairan. b. lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik. c. Jaga kebersihan sekitar luka operasi. d. Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan. e. Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi dan lingkungannya. f. ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.

d.      Risiko Tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pada luka operasi.
Tujuan: Tidak terjadi perubahan suhu tubuh (hypertermi).
Kriteria Evaluasi: a. Luka operasi bersih, kering, tidak bengkak. b. tidak ada perdarahan.  c. Suhu dalam batas normal (36-37°C)
Intervensi: a. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam. b. Beri kompres hangat. c. Monitor pemberian infus. d. Rawat luka operasi dengan tehnik steril. e. Jaga kebersihan luka operasi. f. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar.  g. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.

e.       Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan: Pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria Evaluasi: a. Klien dan keluarga mengerti tentang perawatan luka operasi. b. Dapat memelihara kebersihan luka operasi dan perawatannya c. Dapat memahami kegunaan pemeriksaan medis lanjutan.
Intervensi: a. Ajarkan kepada klien dan keluarga cara merawat luka operasi dan menjaga kebersihannya. b. Diskusikan tentang keinginan keluarga  yang  ingin diketahuinya. c. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya. d. Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah dan kotor. e. Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/minum obat secara teratur di rumah, dan kontrol kembali ke dokter.

f.       Potensial infeksi sekunder berhubungan dengan proses penyakit infeksi.
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria Evaluasi: a. Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, sakit, panas) pada luka insisi dan tempat pemasangan infus dan kateter. b. Perban dan plester tampak bersih, kesadaran komposmentis, keadaan umum sedang. c. TTV dalam batas normal TD: 110-120/70-80 mmHg, N: 80-84 x/mnt, Suhu: 36-37ºC, d. Hasil laboratorium leukosit dalam batas normal 4400-11300/ul
Intervensi : a. Catat atau kaji keadaan luka (jumlah, warna dan bau). b. Kaji  tanda-tanda vital tiap 8 jam. c. Anjurkan klien untuk menekan luka saat batuk. d. Mengganti balutan atau melakukan perawatan luka, perawatan infus dan kateter dengan teknik aseptik dan antiseptik menggunakan betadin 10%.e. Berikan antibiotik sesuai program.


G.    Pelaksanaan
Pelaksanaan menurut Potter (2005), merupakan tindakan mandiri berdasarkan ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari  rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi.

Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu  tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan  sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

H.    Evaluasi
Evaluasi menurut Hidayat (2007), merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi.

Dalam evaluasi prinsip obyektifitas, reabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua arah yaitu evaluasi proses (evaluasi formatif) dan evaluasi hasil (evaluasi sumatif). Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir asuhan keperawatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar