Paytren

paytren8.com

Kamis, 23 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Appendiks

 

A.      Konsep Dasar

1.       Anatomi dan Fisiologi Appendiks
Appendiks vermiformis adalah organ tambahan pada sekum yang kurang lebih sebesar jari kelingking dan posisinya bervariasi ( Hincnliff,  1999). Appendiks berupa  divertikulum kecil langsing dan buntu. Tak ada vili dan jumlah kelenjar intestinalnya sedikit (  Tambayong, 2001 ).
Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk seperti kerucut yang menonjol dari apeks sekum sepanjang 4,5 cm. Pada masa kanak-kanak batas appendiks dari sekum semakin jelas dan bergeser ke arah dorsal kiri. Pada orang dewasa panjang appendiks rata-rata  9 – 10 cm, terletak posteromedial sekum kira-kira 3 cm inferior dari vulvula ileosekalis. Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal, subileal atau di pelvis memberi gambaran klinis yang tidak sama.
Appendiks juga terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus lainnya. Apabila dilihat dari dalam keluar maka lapisan-lapisan  tersebut adalah : lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan otot dan lapisan serosa. Hanya saja pada lapisan submukosa, appendiks berisi lebih banyak jaringan limfe ( Pearce, 1993 ).
Sel dalam jaringan limfoid pada appendiks dirangsang berproliferasi dan berdiferensiasi oleh antigen usus yang mencapai sel melalui sel M. Sel-sel limfoid masuk ke dalam sirkulasi tetapi kembali ke dinding usus, tempat sel-sel   tersebut berdiferensiasi lebih lanjut menjadi sel plasma yang mensekresikan immunoglobulin, terutama Ig A dan Ig M. Antibodi-antibodi ini membungkus mukosa dan banyak mencegah organisme patogen menembus dinding usus ( Guyton, 1990 ).
Appendiks mengeluarkan cairan yang bersifat basa mengandung amilase, eripsin dan musin.
2.       Pengertian Appendisitis
Dari beberapa literatur terdapat beberapa pengertian appendisitis yaitu, antara lain :
Appendisitis merupakan suatu peradangan pada jaringan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut ( Pearce, 1993 )
Appendisitis adalah peradangan pada appendiks yang relatif sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas  ( Corwin, 2001 ).
Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk seperti cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal (  Long, Barbara.C,   1999 ).
Appendisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum              ( Engram, 1999 ).
Appendisitis merupakan peradangan pada daerah appendiks dan merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada abdomen kuadran kanan bawah serta termasuk dalam kasus bedah abdomen darurat ( Brunner et al, 2001 ).
Jadi dapat ditarik kesimpulan appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada daerah appendiks dan menjadi penyebab utama kasus bedah abdomen darurat.
3.       Etiologi
Appendisitis hampir selalu di sebabkan oleh obstruksi lumen / penyumbatan pada daerah appendiks yang diikuti dengan infeksi oleh bakteri. Obstruksi lumen biasanya disebabkan oleh :
a.        Fekalit pada lumen appendiks sebagai penyebab tersering
b.       Hiperplasia limfoid submukosa, yang diduga sebagai akibat dari infeksi lain.
c.        Stenosis fibrosis akibat radang yang jarang terjadi sebelumnya
d.       Tumor karsinoid ( argentafinoma )
e.        Benda asing seperti batu, cacing / parasit lain.
Appendisitis non-obstruktif jarang ditemukan dan biasanya penyebabnya tidak diketahui ( Markum, 1996 ).
4.       Patofisiologi
Pada anak yang lebih muda perkembangan penyakit umumnya cepat sehingga tahap pertama dari tiga tahap patologik biasanya berakhir sebelum gejalanya jelas.
             Pertama, ketika terjadi obstruksi apendiks, tekanan intraluminal meningkat karena sel-sel  mukosa terus menerus mengeluarkan mukus. Kompresi terhadap pembuluh darah vena mukosa menyebabkan iskemia, kematian sel dan ulserasi. Kedua, invasi bakteri dan infeksi dinding appendiks terjadi dengan mudah segera sesudah terjadi ulserasi mukosa. Infiltrat radang terdapat di seluruh lapisan dan eksudat fibrinosa di simpan di dalam lapisan serosa. Bahkan sebelum terlihat perforasi, organisme biasanya dapat di kultur dari permukaan serosa appendiks. Ketiga, dinding   appendiks yang nekrosis menyebabkan perforasi dan kontaminasi tinja ke dalam perut. Perforasi biasanya terjadi pada ujung atau tempat fekalit mengikis dinding appendiks. Pada anak yang lebih besar, omentum dan ileum yang berdekatan biasanya melekat ke appendiks yang meradang sebelum terjadinya perforasi dan mencegah meluasnya ceceran tinja. Akibat dari keadaan diatas abses terlokalisasi, biasanya di sebelah kanan fossa iliaca atau kadang-kadang rendah di rongga pelvis. Pecahnya abses ke dalam lumen usus akan diikuti oleh penyembuhan spontan. Pada bayi atau anak yang lebih muda appendisitis dapat berkembang cepat ke arah perforasi dan peritonitis umum karena pada umur ini omentumnya  kecil dan tidak efektif dalam melokalisasi infeksi yang terjadi ( Markum, 1999 ).
5.       Gambaran Klinis
Keluhan-keluhan :
Nyeri epigastrik atau periumbilikal ( merupakan sakit visera dari appendiks yang menjalar ke bagian sekitarnya ) yang disertai dengan anorexia, mual dan muntah secara mendadak.
Setelah + 6 jam setelah muntah, nyeri berpindah ke fossa iliaka kanan dan semakin hebat apabila tubuh bergerak, terutama saat batuk, ektensi ekstremitas bawah ( merupakan nyeri somatik akibat  peradangan peri appendiks ).
Perasaan seperti konstipasi sering ditemukan
Adanya demam ringan
Pemeriksaan Fisik :
a.        Suhu tubuh bervariasi sekitar 37,7 – 38,3 0C (per rektal).
b.       Nyeri kuadran kanan bawah yang klasik pada titik Mc. Burney yaitu pertemuan sepertiga tengah dan sepertiga luar garis yang menghubungkan umbilikus ke spina superior anterior.
c.        Tanda Rovsing yaitu nyeri yang dirasakan pada kuadran kanan bawah akibat palpasi di kuadran kiri bawah.
d.       Tanda Psoas yaitu peningkatan nyeri akibat ekstensi pasif sendi panggul kanan yang meregang otot ileopsoas sehinga kadang-kadang  posisi anak cenderung lardosis lumbal yang berlebihan dan fleksi pinggul ringan akibat spasmus otot ileopsoas kanan.
e.        Nyeri adduktor yang ditimbulkan dengan rotasi internal pasif paha yang fleksi.
f.        Pada rectal toucher,ditemukan nyeri pada arah jam 9–12(Markum,1999 ).
Banyak terjadi variasi nyeri, terutama pada bayi dan anak yang lebih kecil mungkin tidak terlokalisasi. Nyeri tekan mungkin difus atau hanya ditemukan pada pemeriksaan rektum atau pelvis, kadang  nyeri  tekan tidak ditemukan, hanya terdapat nyeri abdomen, demam persisten dan leukositosis. Pada bayi, iritabilitas umum dan kecenderungan berbaring dengan pinggul yang fleksi menunjukkan nyeri.
6.       Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
Pada remaja dengan appendisitis awal, leukositosis biasanya tidak lebih dari 15.000/mm3 tapi bayi dapat mencapai 20.000 mm3 atau lebih bahkan sebelum perforasi. Biasanya terdapat neutrofilia dengan pergeseran ke kiri dan tidak adanya eosinofil. Sejumlah kecil eritrosit dan leukosit ditemukan pada urine oleh karena ada infeksi pada saluran kemih, appendiks yang meradang dan terletak menyilang ureter atau mengiritasi kandung kemih ( Markum,1999 ).
Gambaran Radiologi
Foto abdomen mungkin negatif, tetapi massa jaringan lunak dapat ditemukan dalam fossa iliaka dextra karena pembentukan abses. Gas dan cairan bebas menunjukkan perforasi, kadang-kadang  dapat ditemukan fekalit atau pola gas abnormal. Enema barium dapat memperlihatkan deformitas tekanan pada sekum oleh pengisian appendiks yang tidak lengkap ( Catzel dan Robert, 1991 )
7.       Penatalaksanaan
Apabila klien  di duga menderita appendistis, maka harus secepatnya dibawah ke dokter. Jika terlambat, infeksi dapat menjalar ke bagian usus lainnya (Soppard, 1998 ).
Appendektomi merupakan treatment of choice untuk appendisitis. Appendektomi dikerjakan setelah memperbaiki keadaan anak. Misalnya rehidrasi, koreksi elektrolit, penurunan suhu, dan sebagainya. (Purnawan dkk,1982 ). Dehidrasi dapat disebabkan oleh banyaknya cairan yang hilang ke dalam rongga perut dari peritoneum yang meradang akibat terjadinya perforasi  ( Markum, 1996 ).
B.      Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek  pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk mencapai hal tersebut, profesi keperawatan mengidentifikasi proses yang menggabungkan unsur-unsur dari kiat keperawatan yang paling diperlukan dengan unsur-unsur teori sistem yang paling relevan, dengan menggunakan metode ilmiah ( Shore, 1988 dikutip dari Nursalam 2001 ). Proses ini memasukkan pendekatan interpersonal / interaksi dengan proses pemecahan masalah dan proses pengambil alihan keputusan ( Peplau, 1952 ; Travelbee, 1971; King, 1971 ; Yura & Walsh, 1988  dikutip dari Doenges, 2000 ).
Berdasarkan standar praktik keperawatan profesional di Indonesia yang telah dijabarkan PPNI ( 2000 ) maka proses keperawatan terdiri dari 5 tahapan (dikutip dari Nursalam, 2001), yaitu :
      1.  Pengkajian
 Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al, 1996 dikutip dari Nursalam, 2001).
Pengkajian pada klien pasca pembedahan appendektomi meliputi :
a.       Sirkulasi    
                  Takikardi.
b.      Aktivitas               
                  Keterbatasan aktivitas.
c.       Istirahat                
                 Tidak dapat beristirahat.
d.      Nutrisi                  
                  Penurunan berat badan, anoreksia, pembatasan masukan/puasa pasca pembedahan.
e.        Kenyamanan                   
     Adanya nyeri pada daerah pasca pembedahan dan bertambah berat oleh gerakan.
f.       Pernapasan                      
                   Takipnea
g.       Keamanan                       
Peningkatan suhu, tanda-tanda proses infeksi pada luka pasca pembedahan.
h.      Eliminasi               
Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan flatus, penurunan saluran urine, penurunan/tidak ada bising usus.
i.        Pemeriksaan diagnostik                
                  Leukosit, hemoglobin, glukosa dan creatinin.
2.   Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).
Sedangkan menurut NANDA (1990) diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat ( dikutip dari Doenges, 2000).
   Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien post operasi appendektomi adalah :
a         Nyeri berhubungan dengan insisi pasca pembedahan ditandai dengan laporan nyeri, mengeluh, meringis, perilaku melindungi/berhati-hati.
b        Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan daerah luka pasca pembedahan ditandai dengan keluhan nyeri pada gerakan, penurunan rentang gerak, enggan berusaha/kesulitan dalam gerakan yang diinginkan.
c         Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungkan dengan  peningkatan kebutuhan vitamin/protein untuk penyembuhan luka, penurunan masukan akibat nyeri, mual, muntah, anoreksia dan pembatasan diet/puasa pasca pembedahan ditandai dengan enggan makan/kurang minat terhadap makanan, laporan mual/muntah, adanya pembatasan intake, penurunan berat badan.
d        Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan invasi selang drain pada kulit, insisi operasi pada kulit/trauma bedah ditandai dengan kerusakan permukaan kulit, gangguan penyembuhan luka.
e         Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder akibat efek anastesi, immobilisasi dan nyeri ditandai dengan ketidakmampuan defekasi dan flatus, distensi abdomen.
f         Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, nyeri pasca operasi ditandai dengan penurunan kemampuan dalam melakukan kelima aktivitas perawatan diri (makan, mandi, berpakaian, toileting, instrumental).
  1. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Doenges, 2000).
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi ( Lyer, Taptich dan Bernocchi – Losey, 1996 dikutip dari Nursalam, 2001 ).
Sesuai dengan diagnosa di atas, maka perencanaan pada pasien paska pembedahan  appendektomi adalah:
a.       Nyeri berhubungan dengan insisi pasca operasi.
Hasil yang diharapkan : Berkurangnya rasa nyeri.
Kriteria evaluasi : Tidak merasa sakit, postur tubuh rileks, tidak mengeluh nyeri.

Intervensi:
1)   Kaji tipe, lokasi dan intensitas nyeri (dengan skala rentang nyeri 0-10)
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat dan kemajuan penyembuhan. Perubahan dalam karakteristik nyeri menunjukkan adanya komplikasi lain yang memerlukan upaya evaluasi medik.
2)     Kaji dan hindarkan rangsangan yang dapat memperberat nyeri
Rasional : Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat meningkatkan nyeri seperti: batuk, gerakan, distensi abdomen, mual/muntah, dan lain-lain.
3)      Kaji insisi bedah, perhatikan udema atau inflamasi; mengeringnya tepi luka.
Rasional : Pendarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
4)    Berikan tindakan kenyamanan dasar dengan berbagai teknik relaksasi atau distraksi. Misalnya ; gosokan punggung, posisi baring yang nyaman, aktivitas hiburan (televisi dan musik) ataupun dengan memberikan aktivitas bermain sesuai dengan tingkat toleransi klien.
Rasional : Memberikan klien sejumlah pengendali nyeri. Teknik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri dan teknik distraksi guna pengalihan nyeri.
5)   Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, seperti: ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/merintih.
Rasional : Merupakan indikator derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
6)      Kaji insisi bedah, perhatikan udema atau inflamasi; mengeringnya tepi luka.
Rasional : Pendarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
7)      Perhatikan kepatenan selang drainase intestinal.
Rasional : Obstruksi selang dapat meningkatkan distensi abdomen; menekan garis jahitan internal dan dapat meningkatkan nyeri.
8)      Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda.
Rasional : Meningkatkan distensi abdomen; tarikan pada jahitan luka dapat meningkatkan nyeri.
9)      Anjurkan untuk menghindari makan penghasil gas dan minuman karbonat.
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen
10)  Kolaborasikan pemberian analgetik sesuai indikasi
Rasional : Mengontrol/mengurangi nyeri.
b.      Kerusakan mobilitas fisik
Hasil yang diharapkan : Dapat melakukan mobilisasi sesuai dengan toleransi.
Kriteria evaluasi : Mendemonstrasikan teknik/prilaku yang memungkinkan dilakukannya aktivitas.
Intervensi :
1)      Kaji derajat immobilisasi pasien dengan menggunakan skala ambulasi/ketergantungan (0-4).
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan/tingkat intervensi yang dibutuhkan.
2)      Berikan bantuan dalam mobilisasi dan libatkan keluarga.
Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh : flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
3)      Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan nafas dalam.
Rasional : Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan, contoh : dekubitus, atelektasis, pneumoni.
4)      Auskultasi bising usus
Rasional : Tirah baring, penggunaan analgesik dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan komplikasi.
5)      Anjurkan pasien untuk menahan daerah luka pasca operasi dengan tangan apabila bergerak.
Rasional : Mengurangi tarikan dan memberikan tahanan pada daerah luka pasca operasi.
6)      Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Nyeri membutuhkan kontrol untuk latihan sehingga klien dapat berpartisipasi secara optimal dalam mobilisasi.
  Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Hasil yang diharapkan : M0enunjukkan peningkatan status nutrisi menuju tujuan yang tepat.
Kriteria evaluasi : Peningkatan berat badan, menunjukkan perilaku untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi :
1)      Kaji tingkat kebutuhan nutrisi pasien
Rasional : Berguna untuk penentuan kebutuhan kalori dan penyusunan tujuan berat badan.
2)      Berikan perawatan oral.
Rasional : Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama nafsu makan.
3)      Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk sosialisasi saat makan.
Rasional : Lingkungan yang nyaman, santai dan sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan.
4)      Anjurkan  keluarga untuk membawa makanan dari rumah kecuali terdapat kontraindikasi.
Rasional : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan.
5)      Jaga keamanan saat memberikan makan pada klien, seperti tinggikan kepala tempat tidur selama makan.
Rasional : Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadinya aspirasi.
6)      Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
Rasional : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerja sama pasien saat makan.
7)      Berikan makanan selingan (roti panggang, krekers, keju, biskuit, sup dan buah-buahan) dan atau yang menarik bagi klien.
Rasional : Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan untuk memenuhi kebutuhan.
8)      Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet dan keefektifan terapi
9)      Pantau pemeriksaan laboratorium (BUN, creatinin, protein, albumin, glukosa, Hb)
Rasional : Menunjukkan fungsi organ dan status/kebutuhan nutrisi.
10)  Konsul dengan ahli diet.
Rasional : Menambahkan dalam menetapkan program nutrisi spesifik untuk memenuhi kebutuhan individual klien.
11)  Kolaborasikan pemberian obat/suplemen sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan penggunaan nutrien dan keseimbangan nutrien pada klien yang tidak mampu mengasimilasi nutrien dengan normal.
   Kerusakan integritas kulit
Hasil yang diharapkan : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi.
Kriteria evaluasi : Luka kering, tidak ada pus, tak ada tanda peradangan.
Intervensi :
1)      Observasi luka, catat karakteristik drainase
Rasional : Pendarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja.
2)      Ganti balutan setiap hari dan gunakan teknik aseptik
Rasional : Menurunkan iritasi kulit dan kemungkinan infeksi
3)      Motivasi posisi miring dengan kepala ditinggikan
Rasional : Meningkatkan drainase luka, meningkatkan sirkulasi ke luka dan mempercepat penyembuhan.
4)  Bersihkan daerah sekitar luka dengan cairan garam fisiologis
Rasional : Mencegah pembentukan kerak; dapat menjebak drainase
4)      Awasi luka untuk tanda infeksi luka, contoh : kemerahan tidak biasa , peningkatan edema, nyeri, eksudat dan peningkatan suhu
Rasional : Mengganggu proses penyembuhan luka.
6)      Kolaborasi ahli gizi dalam pemberian makanan tinggi protein
Rasional : Diperlukan untuk mengobati inflasi/infeksi pra operasi atau kontaminasi intra operasi.
7)   Kolaborasi pemberian antibiotik oral, topikal dan intra vena  sesuai indikasi
Rasional : Mencegah/mengontrol infeksi.
   Resiko tinggi konstipasi
Hasil yang diharapkan : Fungsi usus; defekasi kembali normal.  
Kriteria evaluasi : Klien ada defekasi dan flatus, tidak ada distensi abdomen, peristaltik usus normal.

Intervensi :
1)      Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang sekarang
Rasional : Memberikan informasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnya memerlukan pengkajian/intervensi.
2)      Auskultasi bising usus
Rasional : Kembalinya fungsi GI mungkin terlambat oleh efek depresan dari anastesi. Adanya bunyi abnormal (misal : gemericik nada tinggi atau bunyi gemuruh panjang) menunjukkan terjadinya komplikasi.
3)    Selidiki keluhan nyeri abdomen
Rasional : Mungkin berhubungan dengan distensi gas atau terjadinya komplikasi, misalnya ileus.
4)   Tambahkan buah segar, sayuran dan diet serat bila diindikasikan.
Rasional : Memberikan bulk yang memperbaiki konsistensi feses.
5)   Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi dan jumlah.
Rasional : indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi.
6)      Dorong/bantu dalam ambulasi dini
Rasional : aktivitas dapat merangsang peristaltik, meningkatkan kembalinya aktivitas usus normal.
7)  Dorong masukan cairan adekuat : termasuk sari buah bila pemasukan per oral dimulai.
Rasional : Meningkatkan pelunakan feses.
8)      Kolaborasikan pemberian pelunak feses, supositoria gliserin sesuai indikasi.
Rasional : mungkin diperlukan untuk merangsang peristaltik dengan perlahan/evakuasi feses.
Kurang Perawatan Diri
Hasil yang diharapkan : Mampu mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
Kriteria evaluasi : Mampu melakukan kegiatan-kegiatan perawatan diri sendiri dalam tingkat kemampuan yang dimiliki secara optimal.
Intervensi :
a.       Kaji kemampuan dan tingkat ketergantungan dengan menggunakan skala 0-4 untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
            Rasional : Membantu dalam merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
b.      Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
            Rasional : Klien mungkin takut dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendir untuk mempertahankan harga diri  dan meningkatkan pemulihan.
c.       Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
            Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri, meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu.
d.      Identifikasikan kebutuhan akan perawatan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan; bantu mandi, perawatan rambut/kuku/kulit, gosok gigi; bantu pemenuhan kebutuhan toileting di tempat tidur/di kamar kecil; bantu berdandan, berpakaian.
            Rasional : Memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi dan kemandirian pasien.
e.       Dekatkan alat-alat yang diperlukan pasien dengan tempat tidur seperti: cangkir, sendok dan lain-lain.
            Rasional : Mengurangi nyeri dan kelelahan untuk menjangkau alat yang diperlukan.
f.       Anjurkan  orang tua/keluarga untuk memberikan bantuan minimal dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri.
            Rasional : Dapat memfasilitasi keterampilan yang besar pada anak sehingga partisipasi anak pada kebersihan dirinya sesuai dengan kemampuan dirinya yang maksimum
g.      Berikan dan tingkatkan keleluasaan pribadi, termasuk selama mandi.
            Rasional : Kesederhanaan dapat mengarahkan pada keengganan ikut serta dalam perawatan atau menurunkan aktivitas pada saat munculnya orang lain.
4.  Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Lyer et al., 1996 dikutip dari Nursalam, 2001). Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan menfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien dan keluarga mempunyai keinginan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2001).
Prinsip yang digunakan dalam memberikan tindakan keperawatan adalah cara pendekatan yang efektif dan teknik komunikasi yang terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang dilakukan terhadap klien tanpa mengabaikan peran serta aktif dari keluarga dan orang-orang terdekat klien.
5.      Evaluasi
Menurut Griffit dan Christensen (1986), evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien, sedangkan Ignativicius dan Bayne (1994), mengatakan evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2001).
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral dari dari setiap tahap proses keperawatan. Evaluasi dapat berfungsi sebagai umpan balik dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status pernyataan diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan atau memerlukan perbaikan (Doenges, 2000). Evaluasi juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan mengukur tercapai atau tidaknya tujuan yang diharapkan.
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilaksanakan secara terus menerus yang berupa respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi hasil tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran/tujuan yang telah ditentukan.

1 komentar: