Hernia adalah suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui lubang congenital atau didapat (Junadi, dkk 1982).
Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus, atau kandung kemih) memasuki defek tersebut sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal (Tambayong, 2000).
Hernia adalah prostrusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau congenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ (Engram, 1999).
Hernia Inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat
congenital. (Betz, 2002)
Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa hernia inguinalis adalah suatu penonjolan keluar sebagian atau seluruh organ dalam abdomen ke bagian kantong terbuka (canal inguinalis) yang disebabkan karena penutupan tuba yang tidak lengkap antara abdomen dan skrotum.
B. Patofisiologi
Hernia kebanyakan diderita oleh orang-orang yang berusia lanjut karena pada usia rentan tersebut dinding otot yang telah melemah dan mengendur untuk menjaga agar organ tubuh tetap pada tempatnya sehingga mempercepat proses terjadinya hernia. Kegiatan fisik yang berlebihan juga diduga dapat menyebabkan hernia cepat berkembang seperti mengangkat barang-barang yang terlalu berat. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hernia yaitu batuk kronik, penyakit paru kronik, obesitas dan bawaan lahir (congenital). Hernia terjadi jika bagian dari organ perut (biasanya usus) menonjol melalui suatu titik yang lemah atau robekan pada dinding otot yang tipis, yang menahan organ perut pada tempatnya.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali congenital atau karena sebab yang didapat, dan bisa terjadi akibat penutupan tuba (prosesus vaginalias) yang tidak lengkap antara abdomen dan skrotum (atau uterus pada anak perempuan), menyebabkan penurunan bagian intestine. Inkarserata terjadi ketika bagian desenden terperangkap kuat di dalam kantung hernia yang mengganggu aliran darah. Tonjolan tersebut akan membesar bila ada tekanan intra abdomen seperti pada saat hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan, menangis, dan miksi yang mengejan misalnya pada prostat hipertrofi. Isi kantong hernia biasanya dapat dikurangi dengan memberi tekanan perlahan, biasanya dilakukan pemulihan melalui pembedahan (herniorafi).
Adapun tanda dan gejala yang sering timbul pada klien dengan hernia inguinalis antara lain umumnya penderita mengatakan turun berok atau mengatakan adanya benjolan diselangkangan/kemaluan, biasanya hernia inguinalis menyebabkan pembengkakan diselangkangan dan skrotum atau daerah inguinalis tanpa rasa nyeri. Jika berdiri benjolan bisa membesar dan jika berbaring benjolan akan mengecil karena isinya keluar dan masuk dibawah pengaruh gaya tarik bumi, selain itu dapat pula ditemukan gejala mual dan muntah bila telah ada komplikasi.
Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan hernia antara lain: terjadi perlekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali, terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus, timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang menekan pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis, terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan obstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah & terjadi nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit, melainkan ususnya terputar. Dan bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, acidosis metabolik, abses.
C. Penatalaksaan
Menurut Betz (2002), Junadi, dkk (1982) penatalaksanaan pada klien dengan hernia adalah sebagai berikut:
1. Tindakan Pembedahan
Tujuannya adalah untuk mengembalikan (reposisi) terhadap benjolan henia tersebut. Tindakan bedah pada hernia disebut herniotomi yaitu dengan memotong kantung hernia lalu mengikatnya dan herniorafi dengan perbaikan defek dengan pemasangan jaring melalui operasi terbuka (laparoskopik). Pada elektif maka kanalis dibuka isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan bassini plasty untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat pada prinsipnya seperti bedah elektif cincin hernia langsung dicari dan dipotong, usus dilihat apakah vital atau tidak, bila vital dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan anastomosis ”end to end”. Pada ireponibilis maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali, penderita istirahat baring dan dipuasakan, dilakukan tekanan yang kontinue pada benjolan misalnya dengan bantal pasir baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan lakukan secara berulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah elektif dikemudian hari.
2. Terapi Hernia
a. Terapi konservatif berupa: penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia ventralis sementara itu pada hernia inguinalis pemakaian kotidak dianjurkan
b. Hernioplastik endoskopik: merupakan pendekatan dengan penderita berbaring dalam posisi trendelenburg 40º digunakan tiga trokar yang pertama digaris tengah dekat umbilikus dan dua linnya dilateral. Keuntungannya mobiditas ringan, penderita kurang merasa nyeri, dan keadaan umum kurang terganggu dibandingkan dengan operasi dari luar.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Kaji tanda-tanda strangulasi
b. Lakukan perawatan pasca operatif: hernia inguinalis memerlukan perbaikan secara bedah
c. Tanggung jawab perawat untuk perawatan pasca operatif antara lain:
1) Kaji luka infeksi: amati luka insisi terhadap adanya kemerahan atau drainase, pantau suhu.
2) Pertahankan status hidrasi yang baik: beri cairan IV bila diprogramkan, pantau asupan dan keluaran cairan, tingkatkan diet.
3) Tingkatkan rasa nyaman: berikan analgesik sesuai kebutuhan, pada klien yang menjalani hidrokelektomi gunakan kantung es dan penyokong untuk membantu meredakan nyeri dan pembengkakan sesuai indikasi.
D. Pengkajian
Menurut Engram (1999), Tucker (1992), Betz (2002) pengkajian pada klien dengan hernia antara lain:
1. Data Subyektif
Sebelum Operasi: Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan, nyeri di daerah benjolan, mual, muntah, kembung, konstipasi, tidak nafsu makan, bayi menangis terus, pada saat bayi menangis/mengejan dan batuk-batuk kuat timbul benjolan.
Sesudah Operasi: Nyeri di daerah operasi, lemas, pusing, mual, kembung.
2. Data Obyektif
Sebelum Operasi: Nyeri bila benjolan tersentuh, pucat, gelisah, spasme otot, demam, dehidrasi, terdengar bising usus pada benjolan.
Sesudah Operasi: Terdapat luka pada selangkangan, puasa, selaput mukosa mulut kering, anak/bayi rewel.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Darah: Leukosit > 10.000 - 18.000 /mm3, serum elektrolit meningkat.
b. X.ray, USG Abdomen.
E. Diagnosa Keperawatan
Menurut Engram (1999), Tucker (1992), Betz (2002) ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
4. Risiko tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pada luka operasi.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi.
6. Potensial infeksi berhubungan dengan kontaminasi luka operasi terhadap mikroorganisme.
F. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan intevensi dan evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan:
1. Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan: Klien merasa nyaman dan terjadi penyembuhan luka
Kriteria Evaluasi: a. Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang. b. Terjadi penyembuhan pada luka. c. Keadaan umum sedang kesadaran komposmentis. d. Klien tampak rileks dan nyaman.
Intervensi : a. Kaji tingkat rasa nyaman nyeri skala nyeri 0-10. b. Identifikasi lokasi, lama, type pola nyeri. c. Anjurkan klien untuk melakukan tehnik relaksasi napas dalam. d. Gunakan ice bag untuk menurunkan pembengkakan. e. Kaji tanda-tanda vital tiap 8 jam. f. Berikan analgesic sesuai program.
2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan.
Tujuan: Klien dapat menunjukkan tanda-tanda rehidrasi dan mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Evaluasi: a. Mual dan muntah tidak ada. b. Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal yang ditandai dengan pengeluaran urine sesuai usia, capillary refill kurang dari 2 detik, turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab. c. Intake dan output seimbang. d. Berat badan tidak menunjukkan penurunan.
Intervensi: a. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam. b. Monitor pemberian infus. c. Beri minum dan makan secara bertahap. d. Monitor tanda-tanda dehidrasi. e. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar. f. Timbang berat badan tiap hari. g. Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya
3. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan: Kulit klien tetap utuh
Kriteria Evaluasi: a. Klien tidak menunjukan tanda-tanda kerusakan kulit yang ditandai dengan kulit utuh, tidak lecet dan tidak merah. b. Luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak, tidak ada perdarahan.
Intervensi: a. Observasi keadaan luka operasi dari tanda tanda peradangan: demam, merah, bengkak dan keluar cairan. b. lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik. c. Jaga kebersihan sekitar luka operasi. d. Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan. e. Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi dan lingkungannya. f. ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.
4. Risiko Tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pada luka operasi.
Tujuan: Tidak terjadi perubahan suhu tubuh (hypertermi).
Kriteria Evaluasi: a. Luka operasi bersih, kering, tidak bengkak. b. Tidak ada perdarahan. c. Suhu dalam batas normal (36-37°C)
Intervensi: a. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam. b. Beri kompres hangat. c. Monitor pemberian infus. d. Rawat luka operasi dengan tehnik steril. e. Jaga kebersihan luka operasi. f. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar. g. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan: Pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria Evaluasi: a. Klien dan keluarga mengerti tentang perawatan luka operasi, b. Dapat memelihara kebersihan luka operasi dan perawatannya c. Dapat memahami kegunaan pemeriksaan medis lanjutan.
Intervensi: a. Ajarkan kepada klien dan keluarga cara merawat luka operasi dan menjaga kebersihannya. b. Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya. c. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya. d. Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah dan kotor. e. Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/minum obat secara teratur di rumah, dan kontrol kembali ke dokter.
6. Potensial infeksi berhubungan dengan kontaminasi luka operasi terhadap mikroorganisme.
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria Evaluasi: a. Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, sakit, panas) pada luka insisi dan tempat pemasangan infus dan kateter. b. Perban dan plester tampak bersih, kesadaran komposmentis, keadaan umum sedang. c. TTV dalam batas normal TD110-120/70-80mmHg, N80-84x/mnt, Suhu 36-37ºC. d. Hasil laboratorium leukosit dalam batas normal 4400-11300/ul
Intervensi : a. Catat atau kaji keadaan luka (jumlah, warna dan bau). b. Kaji tanda-tanda vital tiap 8 jam. c. Anjurkan klien untuk menekan luka saat batuk. d. Mengganti balutan atau melakukan perawatan luka, perawatan infus dan kateter dengan teknik aseptik dan antiseptik menggunakan betadin 10%. e. Berikan antibiotik sesuai program.
G. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Pelaksanaan mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien dan mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawat kesehatan berkelanjutan dari klien. Selain itu juga pelaksanaan bersifat berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari proses keperawatan.
Komponen pelaksanaan dari proses keperawatan mempunyai lima tahap yaitu: mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan dan mengkomunikasikan intervensi. Perawat menjalankan rencana asuhan keperawatan dengan menggunakan beberapa metoda implementasi mencakup supervise, koseling dan evaluasi dari anggota tim perawatan kesehatan lainya. Setelah melaksanakan rencana tindakan, perawat menuliskan dalam catatan klien deskriptif singkat dari pengkajian keperawatan, prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan. Dalam imlpementasi dari asuhan keperawatan mungkin membutuhkan pengetahuan tambahan, keterampilan keperawatan dan personel.
H. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respons klien dan membandingkannya dengan prilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan. Selama evaluasi perawat secara kontinu mengarahkan kembali asuhan keperawatan kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi positif terjadi ketika hasil yang diinginkan terpenuhi, memampukan perawat untuk menyimpulkan bahwa dosis medikasi dan intervensi keperawatan secara efektif memenuhi tujuan klien untuk meningkatkan kenyamanan. Evaluasi negative atau hasil yang tidak diinginkan menandakan bahwa masalah tidak terpecahkan atau terdapat masalah potensial yang belum diketahui. Perawat harus menyadari bahwa evaluasi itu dinamis dan berubah terus, bergantung pada diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Hal yang lebih utama bahwa evaliasi harus spesifik terhadap klien, evaluasi yang akurat mengarah pada kesesuaian revisi dari rencana asuhan yang tidak efektif dan penghentian terapi yang telah menunjukan keberhasilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar