A. Pengertian
Pada bab ini penulis ingin mengemukakan beberapa pengertian tentang diabetes melitus antara lain menurut:
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin. (Elizabeth, 2000)
Sedangkan menurut Arjatmo, (2002) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative.
Pengertian lain tentang diabetes melitus menurut Brunner and Suddart, (2002), mengemukakan bahwa diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Pengertian lain menurut WHO, bahwa diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena
adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
B. Patofisiologi
Insulin dihasilkan oleh pankreas yang mempunyai fungsi endokrin yang dilakukan oleh pulau-pulau langerhans yaitu sel alfa, beta, gama. Sel alfa berfungsi mensintesa glukagon untuk meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cara meningkatkan konversi glikogen menjadi glukosa dalam hati. Sedangkan sel beta berfungsi mensintesa insulin untuk menurunkan kadar gula dalam darah dengan cara meningkatkan glukosa ke dalam sel tubuh. Sedangkan sel gama digunakan untuk metabolisme makanan. Pada seseorang yang menderita diabetes melitus mengalami peningkatan kadar gula dalam darah yang diakibatkan karena kekurangan insulin baik absolut maupun relative. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Pada umumnya diabetes melitus disebabkan oleh beberapa faktor.
1. Diabetes tipe 1
Faktor genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggungjawab atas antigen transplantasi dan proses imum lainnya.
Faktor-faktor imunologi. Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
Faktor lingkungan. Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes tipe 2
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
Pada seseorang yang menderita diabetes mellitus, maka kadar glukosa dalam darahnya tinggi. Jika kadar glukosa dalam darah tinggi, akan menyebabkan ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa, akibatnya glukosa tersebut tersaring keluar dan muncul melalui urine yang disebut glukosuria. Ketika glukosa ini dikeluarkan berlebihan melalui urine, akan mengakibatkan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan juga melalui urine yang dikenal dengan diuresis osmotic. Akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, klien akan sering bak atau disebut dengan poliuria, dan karena sering bak klien akan merasa sering haus atau disebut dengan polidipsia. Penurunan insulin juga mengakibatkan gangguan metabolisme lemak dan protein yang mengakibatkan penurunan berat badan yang mengakibatkan peningkatan nafsu makan atau polifagia.
C. Klasifikasi Diabetes Mellitus.
Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Diabetes mellitus type insulin/ type 1
Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
2. Diabetes mellitus type II
Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM) yang disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
3. Diabetes mellitus type lain
a. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
b. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
c. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
D. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan Diabetes Melitus adalah:
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic.
c. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
b. Indikasi penggunaan insulin
c. Jenis-jenis insulin:
1) Short acting ½-1 jam, puncak 2-3 jam, durasi kerja 4-6 jam, biasanya diberi 20-30 menit sebelum makan.
2) Intermediate acting 3-4 jam, puncak 4-12 jam, durasi kerja 16-20 jam, diberi sesudah makan.
3) Long acting 6-8 jam, puncak 12-16 jam, durasi kerja 20-30 jam, untuk mengendalikan kadar gula darah puasa.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, dan diskusi kelompok.
b. Pemantauan glukosa darah sendiri.
c. Perawatan kulit dengan cara memberikan lotion pada kulit agar tetap lembut.
3. Penatalaksanaan Diit
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Latihan Jasmani
Latihan sangat penting untuk dalam penatalaksanaan diabetes yang berguna untuk menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko penyakit pada kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Macam-macam latihan jasmani adalah jalan, jogging, bersepeda, dan berenang.
d. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya:
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
F. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien dengan Diabetes Melitus menurut Doenges (2000) didapatkan data sebagai berikut:
1. Aktivitas/ Istirahat
Kaji adanya lemah, letih, sulit bergerak, gangguan tidur.
2. Sirkulasi
Kaji adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama.
3. Integritas Ego
Kaji adanya stress, tergantung pada orang lain, ansietas.
4. Eliminasi
Kaji adanya poliuria, nocturia, rasa nyeri, nyeri tekan abdomen, diare.
5. Makanan/ Cairan
Kaji adanya mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan.
6. Neurosensori
Kaji adanyapusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, mengantuk.
7. Nyeri/ Kenyamanan
Kaji adanya nyeri yang ditandai dengan wajah meringis, tampak berhati-hati jika bergerak.
8. Pernafasan
Kaji adanya batuk dengan atau tanpa sputum, merasa kekurangan oksigen.
9. Keamanan
Kaji adanya kulit kering, gatal, ulkus kulit yang ditandai dengan demam, lesi.
10. Seksualitas
Kaji adanya masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
11. Penyuluhan/ Pembelajaran
Kaji adanya faktor risiko keluarga, DM, jantung, stroke, hipertensi.
12. Pemeriksaan Diagnostik
a. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula darah pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
b. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp >200 mg/dl.
c. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
d. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua.
e. Benda keton dalam urine.
f. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), Ffungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody).
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut Doenges (2000), dan Brunner & Suddarth (2002) ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ mual.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin.
5. Kelelahan berhubungan dengan insufisiensi insulin.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain/ penyakit jangka panjang yang tidak dapat diobati.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
8. Potensial ketidakmampuan melakukan perawatan mandiri berhubungan dengan gangguan fisik.
9. Ansietas berhubungan dengan ketakutan terhadap komplikasi diabetes.
H. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka perencanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Diagnosa keperawatan: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Perencanaan :
a. Pantau tanda-tanda vital.
b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
c. Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
d. Timbang berat badan setiap hari.
e. Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
2. Diagnosa keperawatan: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ mual.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya, berat badan stabil atau bertambah.
Perencanaan :
a. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
b. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
d. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
e. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
3. Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Perencanaan :
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
b. Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
c. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
d. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
e. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
4. Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin.
Tujuan : Perubahan sensori perseptual tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi, mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Perencanaan :
a. Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
b. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
c. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
d. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
5. Diagnosa keperawatan: Kelelahan berhubungan dengan insufisiensi insulin.
Tujuan : Kelelahan berkurang.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Perencanaan :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
b. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
d. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
6. Diagnosa keperawatan: Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain/ penyakit jangka panjang yang tidak dapat diobati.
Tujuan : Perasan ketidakberdayaan berkurang.
Kriteria hasil :
Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Perencanaan :
a. Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
b. Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
c. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
d. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.
7. Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan dapat meningkat.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Perencanaan :
a. Ciptakan lingkungan saling percaya
b. Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
c. Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
d. Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.
8. Diagnosa keperawatan: Potensial ketidakmampuan melakukan perawatan mandiri berhubungan dengan gangguan fisik.
Tujuan : Perawatan diri terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri/ dibantu keluarga.
Perencanaan :
a. Berikan penyuluhan kepada pasien tentang cara perawatan diri mandiri di rumah.
9. Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan ketakutan terhadap komplikasi diabetes.
Tujuan : Ansietas tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Klien tidak tampak cemas.
Perencanaan :
a. Berikan dukungan emosional untuk klien.
b. Luangkan waktu untuk mendampingi klien yang ingin mengungkapkan emosinya.
c. Hilangkan kesalahpahaman klien dan keluarga tentang penyakit diabetes melitus.
I. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut Potter (2005), pelaksanaan merupakan pengelolaan, perwujudan, dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menerapkan strategi tindakan yang dilakukan pada klien dan respon pada setiap tindakan dan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan. Sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.
J. Evaluasi
Evaluasi menurut Hidayat (2007) merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Sedangkan menurut Potter (2005) evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan perlu ditinjau kembali atau dimodifikasi dalam evaluasi prinsip objektifitas, rehabilitas dan validasi dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses (formatif) adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dengan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
WOW,, DNGAN IN SAY UCPKAN BANYAK TERIMAKASIH,, KIN SAY DAK PERLU LAGI TUNDUK DIAM DIHADAPAN PEMBIMBING INSTITUSI DAN PEMBIMBING LAHAN (RUMAH SAKIT)
BalasHapus